Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kata Hubung Kalimat



Pernyataan majemuk terdiri dari satu atau lebih pernyataan sederhana yang dihubungkan dengan kata hubung kalimat (connective) tertentu. Dalam bahasa Indonesia kita sering menggunakan kata-kata “tidak”, “dan”, “atau”, “jika. . . maka. . .”, “jika dan hanya jika”. Marilah sekarang kita memperhatikan penggunaan kata-kata itu dengan lebih cermat dalam matematika (dan membandingkannya dengan penggunaan dalam percakapan sehari-hari). Kita pelajari sifat-sifatnya untuk memperjelas cara berpikir kita dan terutama karena pentingnya kata-kata itu untuk melakukan pembuktian. Dalam pelajaran logika (matematika), kata-kata itu disebut kata hubung kalimat, ada lima macam kata hubung kalimat yaitu negasi, konjungsi, disjungsi, kondisional, dan bikondisional. 

Negasi tidak menghubungkan dua buah pernyataan sederhana, tetapi tetap dianggap sebagai kata hubung kalimat, yaitu menegasikan pernyataan sederhana (ada yang menganggap bahwa negasi suatu pernyataan sederhana bukan pernyataan majemuk)

Negasi (Ingkaran, atau Penyangkalan)

Perhatikan pernyataan : “Sekarang hari hujan” bagaimana ingkaran pernyataan itu ? Anda dapat dengan mudah menjawab : "Sekarang hari tidak hujan”. Jika pernyataan semula bernilai benar maka ingkaran pernyataan itu bernilai salah.

Sesungguhnya, penambahan "tidak" ke dalam kalimat semula tidaklah cukup. Coba anda pikirkan bagaimana negasi dari kalimat : “Beberapa pemuda adalah atlit”.


Konjungsi (dan)

Perhatikan kalimat : “Aku suka sayur dan buah”, maka kalimat itu berarti : 1. “Aku suka sayur” dan 2. “Aku suka buah”. Jika pernyataan semula bernilai benar maka sub pernyataan 1. atau 2. benar. Jika sub pernyataan 1 atau 2 salah maka pernyataan semula bernilai salah, demikian pula jika kedua sub pernyataan itu salah.

Berdasarkan pengertian di atas, dua buah pernyataan yang dihubungkan dengan “dan” merupakan pernyataan majemuk yang disebut konjungsi dari pernyataan-pernyataan semula. Penghubung “dan” diberi simbol “”.

Konjungsi dari dua pernyataan p dan q ditulis p q, dan dibaca p dan q. masing-masing p dan q disebut komponen (sub pernyataan). Pernyataan p q juga disebut sebagai pernyataan konjungtif.


Disjungsi (atau)

Sekarang perhatikan pernyataan : “Tobing seorang mahasiswa yang cemerlang atau seorang atlit berbakat”. Membaca pernyataan itu akan timbul tafsiran :

  1. Tobing seorang mahasiswa yang cemerlang, atau seorang atlit yang berbakat, tetapi tidak kedua-duanya, atau
  2. Tobing seorang mahasiswa yang cemerlang, atau seorang atlit yang berbakat, mungkin kedua-duanya.

Tafsiran pertama adalah contoh disjungsi eksklusif dan tafsiran kedua adalah contoh disjungsi inklusif. Jika pernyataan semula benar, maka keduanya dari tafsiran 1 atau 2 adalah benar (untuk disjungsi inklusif), mungkin benar salah satu (untuk disjungsi eksklusif), dan sebaliknya. Lebih dari itu, jika pernyataan semula salah, maka kedua tafsiran itu tentu salah (untuk disjungsi inklusif dan eksklusif).

Berdasarkan pengertian di atas, dua buah pernyataan yang dihubungkan dengan ”atau” merupakan disjungsi dari kedua pernyataan semula.

Dibedakan antara :

  • disjungsi inklusif yang diberi simbol “" dan
  • disjungsi eksklusif yang diberi simbol “”.


Disjungsi inklusif dari dua pernyataan p dan q ditulis p q, dan disjungsi eksklusif dari dua pernyataan p dan q ditulis p q, dan dibaca : p atau q. pernyataan p q juga disebut sebagai pernyataan disjungtif


Kondisional (Implikasi atau Pernyataan Bersyarat)

Perhatikan pernyataan berikut ini: “Jika matahari bersinar maka udara terasa hangat”, jadi, bila kita tahu bahwa matahari bersinar, kita juga tahu bahwa udara terasa hangat.

Karena itu akan sama artinya jika kalimat di atas kita tulis sebagai:

  • “Bila matahari bersinar, udara terasa hangat”.
  • ”Sepanjang waktu matahari bersinar, udara terasa hangat”.
  • “Matahari bersinar berimplikasi udara terasa hangat”.
  • “Matahari bersinar hanya jika udara terasa hangat”.


Berdasarkan pernyataan di atas, maka untuk menunjukkan bahwa udara tersebut hangat adalah cukup dengan menunjukkan bahwa matahari bersinar atau matahari bersinar merupakan syarat cukup untuk udara terasa hangat.


Sedangkan untuk menunjukkan bahwa matahari bersinar adalah perlu dengan menunjukkan udara menjadi hangat atau udara terasa hangat merupakan syarat perlu bagi matahari bersinar. Karena udara dapat menjadi hangat hanya bila matahari bersinar.

Perhatikan pula contoh berikut ini:

“Jika ABCD belah ketupat maka diagonalnya saling berpotongan ditengah-tengah”. Untuk menunjukkan bahwa diagonal segi empat ABCD saling berpotongan ditengah-tengah adalah cukup dengan menunjukkan bahwa ABCD belah ketupat, atau ABCD belah ketupat merupakan syarat cukup bagi diagonalnya untuk saling berpotongan ditengah-tengah. Dan untuk menunjukkan bahwa ABCD belah ketupat perlu ditunjukkan bahwa diagonalnya saling berpotongan ditengah-tengah, atau diagonal diagonal segi empat ABCD saling berpotongan ditengah-tengah merupakan syarat perlu (tetapi belum cukup) untuk menunjukkan belah ketupat ABCD.


Mengapa?
Karena diagonal-diagonal suatu jajaran genjang juga saling berpotongan ditengah tengah, dan jajaran genjang belum tentu merupakan belah ketupat.

Demikian pula syarat cukup tidak harus menjadi syarat perlu karena jika diagonal segi empat ABCD saling berpotongan ditengah belum tentu segi empat ABCD belah ketupat.

Banyak pernyataan, terutama dalam matematika, yang berbentuk “jika p maka q”, pernyataan demikian disebut implikasi atau pernyataan bersyarat (kondisional) dan ditulis sebagai p q. Pernyataan p q juga disebut sebagai pernyataan implikatif atau pernyataan kondisional. Pernyataan p q dapat dibaca:

  1. Jika p maka q
  2. p berimplikasi q
  3. p hanya jika q
  4. q jika p


Dalam implikasi p q, p disebut hipotesa (anteseden) dan q disebut konklusi (konsekuen). Bila kita menganggap pernyataan q sebagai suatu peristiwa, maka kita melihat bahwa “Jika p maka q” dapat diartikan sebagai “Bilamana p terjadi maka q juga terjadi” atau dapat juga, diartikan sebagai “Tidak mungkin peristiwa p terjadi, tetapi peristiwa q tidak terjadi”.


Definisi : Implikasi p q bernilai benar jika anteseden salah atau konsekuen benar.


Berbeda dengan pengertian implikasi sehari-hari maka pengertian implikasi disini hanya ditentukan oleh nilai kebenaran dari anteseden dan konsekuennya saja, dan bukan oleh ada atau tidak adanya hubungan isi antara anteseden dan konsekuen. Implikasi ini disebut implikasi material. Sedang implikasi yang dijumpai dalam percakapan sehari hari disebut implikasi biasa (ordinary implication).


Contoh:

jika p : burung mempunyai sayap (B), dan 
q : 2 + 3 = 5 (B) 
maka p q : jika burung mempunyai sayap maka 2 + 3 = 5 (B)

jika r : x bilangan cacah (B), dan 
s : x bilangan bulat positif (S)
maka p q : jika x bilangan cacah maka x bilangan bulat positif (S)


Konvers, Invers, dan Kontraposisi

Andaikan pernyataan “Jika hari hujan, saya memakai jas hujan” bernilai benar, maka itu tidak berarti bahwa pernyataan “Saya memakai jas hujan berarti hari hujan” juga bernilai benar; sebab mungkin saja saya memakai jas hujan walaupun hari tidak hujan.

Demikian pula pernyataan “Jika hari tidak hujan, saya tidak memakai jas hujan” belum tentu bernilai benar.

Sedangkan pernyataan “Jika saya tidak memakai jas hujan, hari tidak hujan” akan bernilai benar.


Definisi : 

  • Konvers dari implikasi p q adalah q p
  • Invers dari implikasi p q adalah ~ p ~ q
  • Kontraposisi dari implikasi p q adalah ~ q ~ p


Bikondisional (Biimplikasi Atau Pernyataan Bersyarat Ganda)

Perhatikan kalimat: ”Jika segi tiga ABC sama kaki maka kedua sudut alasnya sama besar”. Jelas implikasi ini bernilai benar. Kemudian perhatikan: “Jika kedua sudut alas segi tiga ABC sama besar maka segi tiga itu sama kaki”. Jelas bahwa implikasi ini juga bernilai benar. Sehingga segi tiga ABC sama kaki merupakan syarat perlu dan cukup bagi kedua alasnya sama besar, juga kedua sudut alas sama besar merupakan syarat perlu dan cukup untuk segi tiga ABC sama kaki. Sehingga dapat dikatakan “Segi tiga ABC sama kaki merupakan syarat perlu dan cukup untuk kedua sudut alasnya sama besar”.

Perhatikan kalimat: “Saya memakai mantel jika dan hanya jika saya merasa dingin”. Pengertian kita adalah “Jika saya memakai mantel maka saya merasa dingin” dan juga “Jika saya merasa dingin maka saya memakai mantel”. Terlihat bahwa jika saya memakai mantel merupakan syarat perlu dan cukup bagi saya merasa dingin, dan saya merasa dingin merupakan syarat perlu dan cukup bagi saya memakai mantel. Terlihat bahwa kedua peristiwa itu terjadi serentak.

Dalam matematika juga banyak didapati pernyataan yang berbentuk “p bila dan hanya bila q” atau “p jika dan hanya jika q”. Pertanyaan demikian disebut bikondisional atau biimplikasi atau pernyataan bersyarat ganda dan ditulis sebagai p q, serta dibaca p jika dan hanya jika q (disingkat dengan p jhj q atau p bhb q). Pernyataan p q juga disebut sebagai pernyataan biimplikatif. Pernyataan “p jika dan hanya jika q” berarti “jika p maka q dan jika q maka p”, sehingga juga berarti “p adalah syarat perlu dan cukup bagi q” dan sebaliknya.


Definisi : Pernyataan bikondisional bernilai benar hanya jika komponen-komponennya bernilai sama.

 

Contoh:

Jika p : 2 bilangan genap (B)
q : 3 bilangan ganjil (B)
maka p q : 2 bilangan genap jhj 3 bilangan ganjil (B)

Jika r : 2 + 2 5 (B)
s : 4 + 4 < 8 (S)
maka rs : 2 + 2 5 jhj 4 + 4 < 8 (S)

Jika a : Surabaya ada di jawa barat (S)
b : 23 = 6 (S)
maka a b : Surabaya ada di jawa barat jhj 23 = 6 (B)


Kesepakatan Penggunaan Kata Hubung Kalimat

Dalam penggunaan bahasa sehari-hari kita sering menjumpai pernyataan yang menggunakan banyak kata hubung kalimat,
seperti berikut ini:

“Saya akan berjalan kaki atau saya akan naik sepeda maka saya akan tidak terlambat mengikuti kuliah”.

Membaca kalimat diatas, ada yang menafsirkan: ”Jika saya berjalan kaki atau naik sepeda, saya akan tidak terlambat mengikuti kuliah”. Ada juga yang menafsirkan sebagai: “Saya berjalan kaki atau, jika saya naik sepeda maka saya akan tidak terlambat
mengikuti kuliah”.


Untuk dapat mengerti pernyataan komposit diatas dengan benar (seperti apa yang dinyatakan) diperlukan kejelasan berbahasa dengan menggunakan tanda baca-tanda baca yang diperlukan, misalnya: koma, dengan demikian kita dapat menterjemahkan pernyataan diatas kepernyataan simbolik dengan benar.

Demikian pula halnya dengan pernyataan simbolik yang kita gunakan. Pernyataan ini harus jelas sehingga tidak menimbulkan salah tafsir. Logika menggunakan tanda kurung untuk menunjukkan urutan pengerjaan. Tetapi untuk pernyataan yang banyak menggunakan kata hubung kalimat, penggunaan tanda kurung dirasakan kurang effisien. Untuk itu disepakati penggunaan urutan pengerjaan (urutan kuat ikat) seperti berikut ini:

  • negasi ~
  • konjungsi , disjungsi
  • kondisional
  • bikondisional

Contoh :
1. ~ p q berarti (~ p) q merupakan kalimat disjungtif.
2. p q r berarti (p q) r merupakan kalimat kondisional.
3. p q r berarti p (q r) merupakan kalimat bikondisional.